Sabtu, 23 April 2011

Kereta

Gue hari ini mau ke Jawa Timur , yaitu pergi ke rumah nyokap dari nyokapnya (atau nenek) gue untuk acara pulang kampung mendadak, bokap gue ada kerjaan disana, jadi gue ikut aja, itung-itung ngerasain libur di waktu masih sibuk-sibuknya sekolah, apalagi kita menuju Jawa Timur dengan menggunakan kereta, gue makin seneng mendengar kata kereta dari nyokap maupun bokap gue, karena gue udah lama nggak naik kereta ke Jawa, biasanya gue kalo ke Jawa naik mobil pribadi, nah sekarang masih bisa ngerasain lagi ke Jawa naik kereta.
Pagi hari gue bangun dengan rasa gembira, lalu langsung buka laptop dan online, gue menulis status di Facebook gue “selamat tinggal Jakarta, aku pasti akan kembali ke Jakarta dengan tangan kosong, karena oleh-olehnya udah dimakan di kereta” setelah gue memprediksikan nggak buka Facebook selama 1 minggu, karena HP gue nggak bisa dipake buat Facebook maupun Twitter (cie elah Twitter), siang hari gue langsung menuju stasiun. Dari rumah gue naik motor, lalu langsung disambung dengan naik angkot, sesampai di stasiun Sudimara gue merasa diri gue kaya gorilla pulang kampung, bawa 2 tas, pakaian ketat, muka berantakan, pas banget kan? Di stasiun gue ketemu sama temen SMK gue yang namanya Bella

“Riky, mau kemana?” tanya dia yang bingung ada gorilla ke stasiun

“pulang kampung” Jawab gue dikit tapi bermakna banyak

“ooo... “ jawab dia dikit tapi nggak bermakna

Gue duduk di paling ujung peron dengan 2 tas gue yang super duper berat, gue nungguin nyokap dan bokap ke stasiun, gue nunggu sambil baca novelnya bang Dika yang Cinta Brontosaurus, lagi asik-asiknya baca ada suara yang entah dari mana asalnya “Rik mau kemana lu?” gue yang celengak-celenguk mencari suara yang nanya gue mau kemana, gue tengok ke kanan dan ke kiri, gue cari di tas, gue cari di boxer, dan pookk... ternyata itu si Mail temen SMP gue.

“mau kemana lu Rik?” tanya dia dengan santai

“pulkam” jawab gue yang juga santai

lu sekarang sekolah dimana?” tanya dia lagi dengan gaya sok cool dan udah ngincer gue dari tadi untuk jadi korban homo

BI” jawab gue polos

“Oh yaudah” jawab dia sambil jalan dan dadah ke gue.

Nggak lama kemudian bonyok (bokap dan nyokap) gue udah dateng, gue nunggu kereta dan ade sodara gue nggak mau pulang ke rumah karena dia mau naik kereta juga, maklum lah anak kecil, tapi sepupu gue mau pergi, yaudah setelah diboongin dengan mau beli karcis dulu, akhirnya dia mau pulang juga. #likethis

Tak lama kemudian kereta pun datang juga, gue langsung naik dan menuju stasiun Tanah Abang, setelah sampai disana, nyokap mau naik bajaj untuk melanjutkan perjalanan menuju stasiun Pasar Senen, nyokap gue memilih untuk naik bajaj yang bahan bakarnya gas (BBG) setelah naik, gue begitu merasakan getaran bajajnya, bagaikan dipijet di pantai dengan getaran dari bajaj tersebut, selama di bajaj gue merasakan kangen dengan naik bajaj, terakhir gue naik bajaj udah 1 tahun yang lalu, gue begitu kangen dengan bajaj hingga gue ingin mengabadikan gue naik bajaj, gue foto dibelakang supir dengan gaya remaja cupu plus alay, nyokap gue pun setia foto gue dengan gaya seperti itu, setelah 30 menit berlalu akhirnya sampailah di stasiun Pasar Senen. Gue sampai di stasiun sekitar pukul 12:30 WIB dan keretanya berangkat pukul 15:30, buset lama amat. Berarti gue harus bengong di stasiun dengan bokap nyokap selama 3 jam, dengan waktu yang selama itu gue habiskan dengan mendengarkan lagu K-ON (band dari Jepang).

Nggak kerasa udah 3 jam berlalu kereta pun datang dari arah barat dan sudah menunggu di peron 1. Gue naik dengan santai ke kereta, karena gue udah tau pasti kalo kereta jarak jauh berangkatnya lama kira-kira bisa setengah jam baru berangkat. Di dalam kereta suasana sangatlah panas, angin bagaikan terhirup semua sama nyokap yang badanya lumayan menampung angin 5 kg per setengah jam, gue keluar aja dari kereta untuk mencari angin segar, yang gue dapet malah angin kentut dari orang yang duduk jauh dari gue, walaupun jauh tapi baunya kaya terasi gosong. Setelah nyari angin selama setengah jam, kereta pun ingin diberangkatkan dari stasiun yang bau terasi gosong itu.
 5 menit berlalu dan gue baru berangkat dari stasiun Pasar Senen, namun gue udah kangen sama kucing dan laptop gue, mungkin aja kucing sama laptop gue disana bisa kangen sama gue (ngarep euy...). Selama gue di kereta, gue cuma bisa diem aja, karena di kereta masih terkena panasnya Jakarta dan masih bau asap polusi kendaraan-kendaraan mobil, motor, hingga becak (hah becak?) 

Akhirnya selma 13 jam udah gue laluin dengan tidur dibawah bangku, kaki gue keinjek tukang-tukang yang jualan di kereta sampai kaki gue harus di infus gara-gara diinjek kaki tukang kopi yang gedenya kaya gajah. Gue sampai di stasiun Nganjuk dan menunggu Mbah gue jemput kita di stasiun jam 4 pagi. Gue langsung menuju ke rumah Mbah gue, selama diperjalanan gue merasakan hawa dingin, saat-saat ingin sunrise (matahari tebit). Ketika sampai rumah, gue langsung nonton tipi dan gue langsung ngorok di depan tipi.

Di nganjuk gue kembali menjadi anak pedesaan, yang sekeliling rumah gue adalah sawah yang hijau dan indah, kekangenan gue terghadap kampung sangatlah tinggi, mulai dari orangnya ramah-ramah, jarang ada polusi, melihat petani menanam padi, dan suara air sungai yang mengalir dengan tenang. Selama di Nganjuk gue bantu Mbah gue untuk menanam padi, juga menikmati makanan khas Nganjuk, yaitu Rawon.

Setelah gue berlibur selama 5 hari di Nganjuk. Sekarang gue menuju Jogja, dengan kereta lagi, tapinya? namun, kata nyokap ini kereta ekonomi yang parah penuhnya, bayangin dari Nganjuk ke Jogja perjalanan selama 4 setengah jam, di pejalanan cuma bisa berdiri sama ngupil doang. Setelah beli karcis dan salaman sama Mbah gue, akhirnya kereta pun datang juga, gue melihat seisi gerbong, gerbong pertama dan terakhir disengajakan kosong agar jika terjadi musibah, si penumpang tidak terlalu kena musibah, karena ada penahan di depan dan di belakang? (ngerti nggak? Gue aja yang nulis juga puyeng) tapi gue salut dengan Ketua K.A (kereta api) memikirkan hal yang bagus seperti itu sebelum terjadinya musibah makin mewabah di Indonesia ini. Lanjut ke gerbong, gue melihat gerbong dari depan hingga belakang dan isinya penuh semua, kaya kereta ekonomi di Jakarta yang penuhnya bagaikan semut yang berkeliaran di kereta yang dilumuri gula, gue masuk kereta dan perkiraan gue pun bener juga, gue akan mengalami berdiri dalam jangka yang begitu llaammaa.. Tapi setelah 20 menit berdiri, bokap manggil gue, karena jarak kita jauh, bokap gue di gerbong 3, gue di gerbong 2, jadi kita menggunakan bahasa isyarat aja, tapi untung aja gue ngerti bahasa isyarat bokap gue, kalo bahasa isyarat orang yang sedang sakit, atau sudah lansia, gue susah mencerna bahasa isyarat yang dimaksud si orang sakit atau si lansia itu, karena gue orangnya lola  (loading lama) orang ngomongin apa, 2 menit kemudian gue baru ngerti apa yang diomongin. Mungkin gue nggak suka makan ikan ataupun seafood jadi memory gue lelet untuk menangkap pembicaraan orang lain. Dengan bahasa isyarat tadi, bokap nyuruh gue ketempat dia yang sedang duduk dengan beralas tas dan kardus berisi jamu.

Gue jalan menuju bokap gue, lalu sampai disana gue duduk dengan usaha gue sendiri walaupun gue udah mengalami 20 menit berdiri dengan kaki gue diinjek, kena bau ketek kuli, terus kegencet orang gendut, dsb. Pokoknya parah deh, nggak lagi-lagi gue naik kereta yang berkelas ekonomi (kecuali kepepet) hihihi...

Gue disuruh duduk di tas sama bokap gue dan bokap gue rela berdiri demi anaknya bisa duduk, aduh gue merasa nggak enak sama bokap gue, bokap gue udah memberikan kebaikan yang begitu berharga bagi gue dan gue sering nggak bantu dia kalo lagi kerja renovasi rumah gue, gue cuma bisa makan, tidur, boker doang dirumah. Gue harus berusaha agar gue bisa bahagian orang tua gue yang udah ngebesarin gue dan juga gue harus bikin surprise buat orang tua gue, berjuanglah Riky, jadilah Riky yang baru dengan arti lebih baik, ramah, dan rajin menabung walaupun duit tabungan gue sering diambil nyokap.

Di kereta ini gue dulu punya kenangan, kenangannya adalah dimana saat gue duduk disebelah orang homo, terus ngelihat orang kerasukan jin baik, dan masih banyak lagi. Baik pertama gue ceritain tentang orang yang kerasukan jin. Jadi pas gue lagi duduk di tas, gue melihat ada anak muda pakai baju koko, peci, sarung, dan sorban yang mengikat di kepalanya, gue kira ini orang kenapa? Pas gue lagi pengen tidur, supaya nggak ngerasain diinjek-injek orang, dikuping gue terdengarlah suara orang ceramah, gue mencari celingak-celinguk kesana-kemari untuk mencari tau darimana gerangan suara itu. Setelah gue melihat ke arah kamar mandi pas didepan muka gue, ternyata yang ceramah itu si pemuda tadi, dia ceramah tentang Nabi, kenikmatan, dan Indonesia.

“Merah darah ku, putih tulangku, aku akan selalu berjuang demi Indonesia” kata dia setelah gue nguping.

Semua muka tertuju padanya, karena mereka mengira ini orang gila, tapi bagi gue ini orang kasihan, gue bingung ini dia kerasukan jin baik apa kerasukan Ustad? Pas gue liatin terus ini orang “saya punya uang, tapi saya lapar, apa ya yang saya lakukan?” kata dia dengan suara sangat pelan, gue bingung ini orang udah mulai gila, stres, apa emang begitu sifatnya. Selama 10 menit berfikir duit itu buat apa, akhirnya dia ngidam buah, dia nyari buah yang dia inginkan, dan dia membeli 3 buah, yaitu buah melon, pepaya, dan nanas. Ketika dia makan 3 buah itu dengan 1 gigitan, dia bilang “buah ini beda warna, dan juga beda rasa” gue udah mulai ngerasa kalo ini orang emang sifatnya begini tapi siapa tau? hanya Tuhan yang tau. Gue sudah sampai di stasiun Madiun dan datanglah seorang pria memakai baju cream, celana hitam, dan memakai tas kecil yang datang menuju ke gue, dan dia pun tanpa basa-basi nanya nama gue? “turun dimana?” itu memang pertanyaan biasa saat ketemu di kereta, namun ini yang nggak biasa, karena di kereta sedang keadaan penuh dan padat, dia pun jongkok dan tangan kanannya memegang paha gue, gue langsung ambil sikap agar dia tidak bisa membuat tangannya meraba ke atas paha gue, tapi setiap semenit tangan si pria ini malah makin ke atas dan mau menuju anu gue, gue langsung ubah posisi gue sebelum gue kena virus H0M0, tapi dia pun nggak bisa dihalangi hanya dengan gue memindahkan posisi, dia masih memegang paha gue kembali dengan tangan kanannya, sungguh terlalu ini pria.

 Selama setengah jam paha gue dipegangin dan gue udah banyak berganti posisi untuk mencegah dia memegang senjata permanen (sebut aja anu) gue dan gue pun langsung ambil posisi tidur dengan bungkuk, namun cara itu untuk menghalangi dia memegang anu gue lagi, tapi tanpa gue sadari, di anu gue udah ada tangan dia ohh tidaakk.. Kenapa aku bersebelahan dengan pria homo ini, sekarang gue resmi udah terkena virus H0M0 dan virus mengganaskan ini harus gue hilanggkan bagaimanapun caranya, yang penting gue nggak mau jadi manusia yang terkena virus H0M0 hanya karna gue kurang fokus untuk mempertahankan anu gue ini.

Sebentar lagi gue udah turun di stasiun, lalu setelah ke stasiun bokap nyokap menrencanakan untuk mampir Malioboro (tempat wisata di Jogja) terlebih dahulu untuk membeli oleh-oleh khas Jogja. Setelah turun di stasiun, bokap, nyokap, dan gue bingung untuk mencari kendaaran untuk sampai ke Malioboro, tapi dengan cepatnya otak gue memproses pemikiran untuk memecahkan masalah ini, gue langsung bilang “bagaimana kalo kita naik BECAK?” bokap dan nyokap diem, kayanya mereka mengira ini anaknya siapa sih? udah pakaiannya ketat banget kaya lemper angus, rambutnya cepak kaya jambul ayam. Dan akhirnya becaklah sebagai jawaban perjalan kita ini, sekarang kita mau nyari andong dulu, setelah kita jalan kedepan, kita nggak nemu kuda yang narik gerobak (andong), malah kita menemukan orang narik gerobak (tukang sayur keliling), karena gue ngeliat si tukang sayur, gue jadi teringat detik-detik gue jatuh ke got gara-gara tukang sayur keliling, tapi gue mencoba untuk melupakan hal yang tidak manusiawi itu.

Kembali ke perjalanan. Setelah nyokap dan bokap menyerah untuk mencari andong, akhirnya bokap dan nyokap memakai jawaban anak yang seperti lemper angus ini, tanpa basa-basi nyokap langsung tanya tukang becak yang ada di depannya itu.

“mas meriki numpak becak tekan Malioboro pinten mas? (mas, ini naik becak sampai ke Malioboro, berapa mas?)” tanya nyokap gue dengan menggunakan bahasa Jawa

“oh... 25 ae pie Mbak? (25 aja, gimana mbak?)” jawab si tukang dengan bahasa Jawa lagi

“mmm... mahal amat bang?” jawab nyokap dengan kode ingin menawar

“yo wes... 25 loro becak, piye mbak? (yaudah, 25, 2 becak, gimana mbak?)” tawaran si tukang becak

“yo wes lah... (yaudah lah)” jawab nyokap yang nyerah untuk menawar si tukang becak.

Yasudah dengan sepakatnya makhluk dari 2 pihak ini yang telah adu nawar-nawar dan nyokap gue kalah di tawaran 25 ribu untuk 2 becak, kita pun langsung berangkat, gue duduk sendiri dengan ditemani tas berat gue, yang berisi makanan, minuman, baju kotor, handuk basah (ngapain bawa handuk basah?) dan lain-lain. Di perjalanan sebenernya gue pengen foto-foto, tapi gue malu nanti gue di sangka orang-orang ada orang botak naik becak, kan gue jadi malu (emang punya malu?).

Setelah 10 menit berlalu. Akhirnya kita sampai di gang Malioboro, lalu langsung jalan menuju mall Malioboro, gue melihat isi dari mall Malioboro, ternyata terdapat banyak bule, disini bule, disana bule. Berhubung perut gue udah nggak bisa diajak kompromi, nyokap memutuskan sekarang saatnya kita nyari makan dan akhirnya nyokap berhenti di restoran Jepang. Gue langsung mesen makanan, lalu ketika makananannya datang, gue makan dengan lahap  (maklum gue punya 5 perut). Setelah makan puas, gue langsung sambung dengan mencari oleh-oleh buat temen-temen gue di Jakarta seperti nasi uduk Jawa, soto Betawi Jawa, kerak Telor Jawa (itu mah di Jakarta banyak).

Setelah belanja bareng nyokap dan akhirnya hasil total duit yang gue keluarin adalah 100.000. Lumayan juga lah, dalam waktu 30 menit gue bisa ngabisin duit segitu, tapi yang penting temen-temen disana udah nunggu oleh-oleh yang gue bawain untuk mereka dan semoga aja mereka jadi tambah keren dengan gue kasih pernak-pernik dari Jogja ini, Amin.

Hari sudah semakin sore, saatnya gue, nyokap, dan bokap untuk pulang ke rumah Jogja, kita mikir lagi, untuk pulang kita naik apa? Bokap mengusulkan kita naik andong lalu naik bus mini. Akhirnya nyokap dan gue pun setuju aja, yang penting nyampe rumah. Apapun kendalanya, jangan naik kereta lagi, soalya gue udah nyerah digodain pria homo. Selama di bus gue hanya duduk sambil baca novel Cinta Brontosaurus, saat penumpang lagi rame, mungkin mereka pada menyangka ada pria homo pulang kampung sambil baca novel Raditya Dika. #lupakan

Dan sampailah gue dirumah tercinta yang ada di Jogja ini, gue begitu senang berada disini, walaupun hanya beberapa hari disini, tapi gue seneng, karena pemandangannya itu loh yang paling nggak bisa gue lupain, yaitu : KUBURAN. Walaupun pemandangan depan rumah gue kuburan, tapi gue nggak begitu takut untuk tinggal di rumah ini, karena rumah gue dengan rumah tetangga jaraknya berdekattan, jadi kalo teriak maling, setan, dan semacamnya warga pada bangun semua dan langsung menolong kita.

Selama di rumah Jogja gue merasa senang walaupun gue nggak main sama temen-temen gue disana dan gue cuma menghabiskan waktu di rumah sambil baca novel juga dengerin lagu, itu pun cukup untuk menghabiskan waktu dari pagi hingga ke pagi lagi.

Detik-detik kepulangan gue ke Jakarta ini, gue habiskan dengan tidur, tidur, dan nggak nafas. Akhirnya waktu pun udah menunjukan waktu pukul 16:00, saatnya gu menuju ke stasiun Wates untuk nunggu kereta disana, yang pertama diantar ke stasiun adalah gue. Selama perjalanan, motor yang gue naikkin ini sangat lama, lambat, dan loyo (3L), mungkin motornya yang udah kemakan usia, atau orangnya yang udah kemakan usia? Gue nggak tau.

Sesampai di stasiun gue nunggu, dan sambil menunggu, gue baca novel lagi, pokonya hidup gue nggak jauh dari novel dan musik, sehingga gue pun buat motto gue sendiri yaitu : “no music and novel = dead”. Lagi enak-enaknya gue baca, nyokap dan bokap pun dateng dan langsung nawarin gue makan bakso yang ada di sebelah stasiun, gue mesen satu, dan mesen minum air putih, gue makan dengan santai dan orang yang duduk di depan gue mengira ada wayang kulit lagi nikmatin bakso.

Selama gue nunggu 20 menit dan akhirnya datanglah kereta dari arah kanan gue, dengan bersuara jes...jes... jes...jes... Seperti kata ade sodara gue yang berumur 3 tahun kalo mau bilang kereta itu “jes-jes”. Gue dengan santai langsung naik kereta ini, setelah gue ketahui, gue naik kereta EKONOMI lagi, dan gue pun juga memprediksikan pasti ini kereta akan penuh dan padet seperti yang kemarin. Setelah ngelewatin 2 hingga 4 stasiun, kereta ini pun udah diserbu dengan para penumpang, dan gue pun udah pengen keluar aja dari kereta, lalu gue jalan di atas kereta dengan tujuan mau ke lokomotif bersama masinis-masinis, agar gue terhindar dari kereta yang penuh ini.

Selama perjalanan gue ngeliatin arah jam 2, dan disitu ada cewek berkerudung sedang melihat ke luar kaca, mata gue pun gue tertuju padanya, tapi sayang gue sama dia dibatasi dengan jarak sejauh 5 meter dan juga orang-orang yang duduk di depannya, seandainya dia duduk di depan gue, mungkin gue ajak dia kenalan, minta nomor HP, dan juga gue ajak dia nge-date di kereta makan. Gue punya kata yang perlu di garis bawahi yaitu : “nggak mungkin”. Walaupun itu nggak mungkin terjadi tetapi ngeliat mukanya aja gue udah seneng.

Di malam harinya penghuni kereta pada tidur, gue ngeliat cewek itu, ternyata dia belom tidur, dan gue pun ngantuk, tapi gue nggak mau tidur, karena kalo gue tidur nanti dia ngeliat goa mulut gue yang gede banget (sebut aja mangap). Tapi gue nggak bisa kalo tidur nyenyak dalam keadaan duduk, rame, panas, dan sempit, gue itu kalo tidur nggak bisa di ganggu gugat, pokonya setiap gue tidur dengan nyenyak harus ada yang namanya

-                      kipas

-                      bantal

-                      selimut

hanya itu peralatan kalo gue bisa tidur nyenyak, kalo nggak ada, ya gue mending begadang aja sama nyamuk-nyamuk. Dengan berat hati gue paksain untuk tidur, karena gue besoknya sekolah, dan ini kereta nyampenya pagi, jadi setelah nyampe, gue cuma bisa istirahat sebentar, lalu siangnya sekolah parah kan?

Gue pun tidur dengan mulut gue paksain untuk mingkem, mata gue kebuka dikit untuk melihat apakah si cewek ngeliatin gue tidur atau nggak, tapi kayanya dia nggak liatin gue (KASIAN DEH LO ), yaudah gue lanjutin tidur gue aja. Bangun tidur nggak taunya udah jam 2 pagi aja, emang nggak kerasa kalo tidur di kereta, karena getaranya yang bikin nggak kerasa. Setelah bangun, gue memutuskan untuk melek hingga di stasiun Jati Negara, kata bokap gue stasiun Jati Negara tinggal 2 jam lagi, yaudah nggak apa-apa, yang penting gue cepet nyampe, terus sekolah.

2 jam pun udah gue lalui dengan melihat keluar kaca yang hanya ada warna hitam dan lampu-lampu yang menerangi rumah. Gue turun dari kereta dan langsung nyari taksi, gue berjalan ke depan sebentar, bokap langsung nyewa taksi. Selama perjalanan pulang ke rumah gue dengan taksi, gue pakai dengan molor lagi.


Nggak kerasa perjalanan 1 jam gue tempuh, akhirnya sampai juga dirumah tercinta gue di Jakarta. Dan gue masih teringat pada cewek yang di kereta kemarin.

0 komentar:

 
;